Minggu, 24 November 2013

KEWAJIBAN YANG TIMBUL DARI PERUBAHAN ALAMAT PERUSAHAAN DAN DASAR HUKUMNYA



Kewajiban yang Timbul dari Perubahan Alamat Perusahaan dan Dasar Hukumnya



Tulisan ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul: "Konsekuensi Hukum atas Perubahan Alamat Perusahaan."

Dengan perubahan alamat suatu perusahaan maka terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan di antaranya adalah:

1.     Perubahan Surat Izin Usaha Perdagangan ("SIUP")

 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 46/M-Dag/Per/9/2009 jo. No. 36/M-Dag/Per/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan ("Permendag 46/2009"):
Perubahan Perusahaan adalah perubahan data perusahaan yang meliputi perubahan nama perusahaan, bentuk perusahaan, alamat kantor perusahaan, nama pemilik/penanggung jawab, modal dan kekayaan bersih, kelembagaan, kegiatan usaha, dan barang/jasa dagangan utama (Pasal 1 ayat [5])
 Setiap terjadi perubahan data perusahaan mewajibkan Pemilik, Pengurus atau Penanggung jawab Perusahaan Perdagangan mengajukan Surat Permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan ("SP-SIUP") perubahan dengan menggunakan formulir:

  • Lampiran I Permendag 46/2009 (SP SIUP); dan melampirkan 
  •  Lampiran II (Dokumen Permendag 46/2009 persyaratan permohonan SIUP Baru, pendaftaran ulang, pembukaan Kantor Cabang/Perwakilan, perubahan, pengganti yang hilang atau rusak, dan contoh surat pernyataan)

Kemudian Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima SP-SIUP, Pejabat Penerbit SIUP menerbitkan SIUP perubahan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III (Formulir SIUP Kecil/Menengah /Besar) (Pasal 14).
Dalam Lampiran II Permendag 46/2009 syarat-syarat yang diperlukan dalam melaporkan perubahan data perseroan:

1.      Surat Permohonan SIUP (Lampiran I Permendag 46/2009);
2.      SIUP Asli;
3.      Neraca Perusahaan (tahun terakhir khusus untuk Perseroan Terbatas);
4.      Data pendukung perubahan;
5.      Foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3×4 cm (2 lembar).


2.     Kewajiban dibidang Perpajakan Nomor Pokok Wajib Pajak ("NPWP")

Bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-62/PJ/2010 jo. Per-41/PJ/2009 jo. Per-44/Pj/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (WP) dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ("PerDirjen Pajak 62/2010").

Perubahan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat usaha keluar wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar TIDAK TERMASUK dari definisi Perubahan Data WP atau PKP (Pasal 1 Butir 15 PerDirjen Pajak), selanjutnya untuk permohonan perubahan data untuk WP pindah dan/atau PKP pindah disampaikan ke KPP/KP4/KP2KP tempat WP terdaftar untuk memberitahukan dan memohon perubahan data (Pasal 1 Butir 19 PerDirjen Pajak). Pemindahan WP atau PKP DIARTIKAN SEBAGAI MEMINDAHKAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN Wajib Pajak dan/atau PKP dari tata usaha KPP lama ke tata usaha KPP baru, karena alasan pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha (Pasal 1 Butir 16 PerDirjen Pajak 62/2010).

Bahwa mengenai perubahan alamat wajib pajak (perseroan) tidak terikat kepada domisili perusahaan sebagaimana ditentukan di dalam Anggaran Dasar, dalam hal wajib pajak (perseroan) melakukan perpindahan alamat yang menjadi perhatian adalah mengenai wilayah Kantor Pelayanan Pajak ("KPP"). Apabila perubahan alamat mengakibatkan perubahan KPP maka wajib pajak yang bersangkutan harus mengajukan permohonan perpindahan KPP kepada KPP lama dan KPP baru dan mengenai tata cara pelaporan dan pemindahan tersebut diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 PerDirjen Pajak 62/2010.


3.     Perubahan Surat Keterangan Domisili Perusahaan ("SKDP")

 Bahwa mengenai SKDP, sampai dengan saat ini TIDAK ADA PERATURAN KHUSUS yang mengatur mengenai hal ini, untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta peraturan yang bisa dijadikan dasar mengenai hal ini terdapat dalam Peraturan Daerah DKI No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah ("Perda DKI 1/2006"), walaupun tidak secara tegas menyatakan SKD, namun SKD dapat digolongkan pada perizinan yang berhubungan dengan Retribusi daerah, peraturan lainnya adalah Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 506 Tahun 1989 tentang Pedoman Penyelengaraan Pelayanan Masyarakat Dikantor Lurah DKI Jakarta ("KepGub 505/1989").

Berbeda yang telah jelaskan di atas bahwa pada dasarnya kedudukan perusahaan adalah suatu domisili perusahaan. Berbeda dengan hal tersebut bahwa walaupun SKDP (Surat Keterangan Domisili Perusahaan) disebutkan sebagai surat keterangan Domisili, pada kenyataannya adalah suatu surat keterangan yang dikeluarkan oleh kelurahan mengenai alamat suatu perusahaan.

Dokumen yang diperlukan untuk melakukan pengurusan SKDP ini sebagaimana terdapat di dalam KepGub 505/1989 yaitu:

1.      surat pengantar RT dan RW;
2.      KTP pemilik;
3.      Akta Notaris pendirian perusahaan;

Sedangkan Surat Keterangan Domisili ("SKD"), yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan digunakan dalam kaitannya dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ("P3B"). SKD digunakan untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak tertentu adalah subjek pajak dalam negeri (residence) dari suatu Negara tertentu yang menandatangani P3B. 

Dengan demikian, SKD tersebut harus diterbitkan oleh Negara di mana seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Sementara itu, negara lain yang merupakan negara sumber penghasilan akan mengenakan tarif sesuai P3B jika orang atau badan tersebut dapat menunjukkan SKD dari negara mitra P3B-nya. SKD bagi Wajib Pajak Dalam Negeri diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-35/PJ/2010 tentang Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia Dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

 4.     Surat Tanda Daftar Perusahaan ("TDP")

 Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan (Pasal 1 huruf a UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/M-Dag/Per/9/2007 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan ("Permendag 37/2007"),  setiap perusahaan yang melakukan perubahan terhadap data yang didaftarkan wajib melaporkan perubahan data kepada KPP Kabupaten/Kota/Kotamadya setempat dengan mengisi formulir pendaftaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.A sampai dengan II.F Peraturan Menteri ini dan melampirkan dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini. 

1).   Kewajiban melaporkan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a.      PT paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal persetujuan perubahan atau bukti penerimaan pemberitahuan perubahan dari Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan; atau
b.      Koperasi, CV, Firma, perorangan, dan BUL paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal perubahan (Pasal 10 Permen 37/2007 ayat [1] dan ayat [2])


Selanjutnya dalam Pasal 11 Permendag 37/2007 disebutkan bahwa perubahan alamat perusahaan dapat mengakibatkan penggantian TDP, masa berlaku TDP pengganti adalah sampai dengan masa berlaku TDP diubah/diganti. TDP pengganti akan diterbitkan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Perusahaan (KPP) paling lambat 3 hari terhitung sejak permohonan perubahan diterima secara benar dan lengkap.

KONSEKUENSI HUKUM ATAS PERUBAHAN ALAMAT PERUSAHAAN



Konsekuensi Hukum atas Perubahan Alamat Perusahaan


Pindah alamat adalah hal yang biasa terjadi pada setiap perusahaan. Penyebabnya bisa saja karena waktu sewa habis, kantor sebelumnya terlalu kecil, tempatnya tidak layak dan sebagainya. Tentunya kita bertanya-tanya apakah perpindahan alamat perusahaan akan memiliki konsekuensi tertentu secara hukum. 

Alamat perusahaan tidak sama dengan domisili (tempat kedudukan). Menurut Pasal 17 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UUPT") tentang tempat kedudukan (domisili) dinyatakan bahwa Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. Jadi, kedudukan perseroan (domisili) identik dengan wilayah yaitu kota atau kabupaten. Sedangkan, pengertian alamat perusahaan kita bisa merujuk pada Pasal 5 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan. Hal ini menjelaskan bahwa pengertian alamat identik dengan pengertian alamat yang kita pahami secara umum selama ini terkait dengan alamat untuk surat menyurat dsb.
 

Selanjutnya untuk mengetahui konsekuensi hukum dari perubahan alamat bisa dilihat dari Pasal 15 UUPT yang menyebutkan bahwa anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:


a.  nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b.  maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c.  jangka waktu berdirinya Perseroan;
d.  besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e.  jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi,  hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f.  nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g.  penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h.  tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i.  tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.


Dari isi pasal ini maka jelas bahwa yang masuk dalam Anggaran dasar perusahaan adalah nama dan tempat kedudukan Perseroan, sedangkan alamat tidak wajib ditentukan di dalam anggaran dasar.


Jadi, jika anda melakukan perubahan alamat namun masih berada DALAM satu wilayah kota atau kabupaten TIDAK MEMERLUKAN PERUBAHAN domisili dalam anggaran dasar perusahaan Anda. Sebaliknya, apabila perubahan alamat tersebut menjadi berada DI LUAR wilayah kota/kabupaten maka perusahaan HARUS MELAKUKAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR.


Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UUPT, perubahan anggaran dasar terbagi menjadi dua kelompok yaitu perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri dan perubahan anggaran dasar yang cukup diberitahukan kepada Menteri. Perubahan anggaran dasar yang merubah tempat kedudukan sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a harus mendapat persetujuan Menteri dan perubahan tersebut harus dinyatakan dalam akta notaris berbahasa Indonesia. Dalam Pasal 23 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwa Perubahan anggaran dasar terkait dengan tempat kedudukan tersebut mulai berlaku, sejak diterbitkannya keputusan menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.


Lampiran VI Permendag 37/2007:

Dokumen persyaratan perubahan daftar perusahaan untuk masing-masing bentuk usaha adalah sebagai berikut :


  1. Asli dan fotokopi persetujuan perubahan atau bukti penerimaan pemberitahuan
  2. perubahan dari Menteri Hukum dan HAM;dan
  3. TDP asli

dalam hal perubahan alamat dan tidak mengubah domisili tidak diwajibkan untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehingga persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak diperlukan